natadecoco.ind@gmail.com
1.
MENGENAL NATA
A. Kolang-kaling
Imitasi
Teknologi pengolahan nata de coco
(sari kelapa) berasal dari Filipina. Produk ini mulai diperkenalkan di
Indonesia sekitar tahun 1987. Sekitar empat tahun kemudian, produk ini telah
mulai beredar di pasaran terutama di seputar Jabotabek. Meskipun masih relatif,
nata de coco telah populer di berbagai kalangan masyarakat.
Kata nata diduga berasal dari bahasa
Spanyol (nadar), yang berarti berenang. Dugaan lain, kata ini berasal dari
bahasa Latin (natare), artinya terapung.
Terlepas mana yang paling akurat, yang jelas nata memang terapung-apung mirip
sedang berenang di baki fermentasi. Sedang wujudnya berupa sel, warna putih
hingga abu-abu muda, tembus pandang dan teksturnya kenyal seperti kolang-kaling
(daging buah enau muda). Dalam keadaan dingin, nata agak berserat dan agak
rapuh pada saat panas.
Nata yang beredar di pasaran saat ini umumnya diolah dari air kelapa. Nama
produk ini dapat juga dibuat dari aneka buah seperti nanas, tomat, kedondong
dan sebagainya. Bahkan whey tahu dan
cairan lendir biji kakao bisa digunakan sebagai bahan baku. Yang penting, bahan
baku itu mengan-dung gula yang cukup memadai sedang nama dagang produk ini
biasanya mengacu pada bahan baku. Bila menggunakan air kelapa, disebut nata de
coco, alih-alih bernama nata de soya
bila diolah dari whey tahu.
B. Produk
Hasil Fermentasi
Nata termasuk produk hasil fermentasi seperti tape singkong. Sebagai bibit
adalah bakteri Acetobacter xylinum. Ditilik dari namanya, bakteri
ini termasuk kelompok bakter asam asetat (Aceto = asetat, bakter = bakteri).
Bila ditumbuhkan di media air yang mengandung gula seperti air kelapa, bakteri
ini akan menghasilkan asam cuka atau asam asetat dan lapisan putih yang
terapung-apung di permukaan media cair tersebut. Lapisan putih itulah yang
dikenal sebagai nata.
Tanda awal tumbuhnya bakteri nata dapat dilihat dari keruhnya media cair
tadi setelah diperam selama 24 jam pada suhu kamar setelah 36-48 jam, lapisan
tipis yang tembus cahaya mulai terbentuk di permukaan media dan cairan
dibawahnya mulai semakin jernih. Pada kondisi yang mendukung, lapis demi lapis
(nata) akan terbentuk secara bertukar, bisa mencapai sekitar 5 cm bila diperam
selama 1 bulan. Namun, nata biasanya telah siap panen setelah 8 hari, tebal
nata sekitar 1,5 cm.
Banyak faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangbi-akan bakteri
nata tadi. Selain mengandung gula, media juga harus mengadung senyawa nitrogen,
vitamin dan mineral. Sedangkan derajat keasaman (pH) paling baik antara 4,0 –
4,5 dan suhu ruangan tempat antara 28° - 30°C (suhu kamar).
Persyaratan lain, ruang pemeraman agak gelap (remang-remang) dan oksigen bisa
leluasa masuk ke dalam wadah media cair tersebut.
C. Makanan
Penyegar
Nata de coco siap – santap biasanya disajikan dalam bentuk
potongan-potongan kecil berupa dadu, ukuran 1,5 x 1,5 x 1,5 cm. Karena rasanya
tawar, pada produk ini dikemas dulu dalam sirup gula sebagai pemanis. Agar
pembeli tergiur mencicipinya, produk siap-santap kerap diberi bahan pengawet
seperti natrium benzoat.
Nata de coco dapat digunakan sebagai makanan penyegar (pencuci mulut),
yaitu dihidangkan dalam bentuk campuran dengan buah-buahan (cocktail). Produk ini juga dapat dihidangkan secara dingin,
dicampur dengan es, campuran kue srikaya, atau sebagai pengisi es krim, pengisi
jelly dan sebagainya.
D. Prospek
Bisnis Nata
Teknologi pembuatan nata de coco berasal dari Filipina. Di negeri produsen
kelapa dunia ini, nata de coco telah lama populer sebagai dessert. Di
Indonesia, baru dikenal pada tahun 1975. Lima tahun kemudian produk ini telah
mulai diproduksi secara komersial, terutama di seputar Jabotabek.
Total produksi nata de coco saat ini. Namun, pertambahan industri
kecil nata cukup mengesankan seperti di Cianjur, Bogor, Bekasi, Tangerang dan
Lampung. Produk ini juga telah dikenal di seantero tanah air, utamanya di
kota-kota besar. Pemasaran tidak lagi terbatas
di warung – warung tetapi te-lah mampu menembus pasar swalayan.
Peluang ekspor nata juga cukup
terbuka. Negara pengimpor antara lain Jepang dan Amerika Serikat. Pada tahun 1996, kedua
negara ini membu-tuhkan pasokan antara 50 – 100 ton per bulan. Harga per kg
pada tahun 1997 rata – rata US$ 2.00 FOB. Negara pengekspor utama hingga saat
ini adalah Filipina. Karena negara ini belum mampu memenuhi permintaan
tersebut, peluang Indonesia tentu masih terbuka lebar.
Masa depan bisnis
nata de coco nampaknya cukup cerah. Pasalnya, kegunaan produk ini semakin
beragam. Selain sebagai makanan penyegar, nata juga telah mulai digunakan
sebagai bahan membran akustik untuk sound
system seperti di Australia.
2. PERENCANAAN UNIT USAHA NATA DE COCO
Sebelum unit usaha ini didirikan, seluk beluk tentang peralatan, bahan
baku dan bahan penolong serta teknis pembuatan produk arus dikuasai lebih dulu.
Langkah selanjutnya membuat perencanaan secara terpadu, mulai dari pemilihan
lokasi dan detail bangunan pengolahan hingga rencana pemasaran produk.
Kelayakan usaha kemudian dianalisis dengan cermat untuk menge-tahui besarnya
keuntungan yang bakal diperoleh.
A. Rencana Pemasaran
Ada sejumlah faktor yang mempengaruhi pemasaran nata de coco, terutama
kalau produk diposisikan sebagai produk berkelas atau bergengsi. Untuk itu,
semua aspek harus dipelajari, mulai dari aspek teknologi dan
peraturan–peraturan, ketersediaan bahan baku dan bahan pembantu peng-awasan
mutu standar mutu dan promosi, serta tren masyarakat dan selera konsumen.
Masalah pemasaran yang perlu dipelajari secara mendalam adalah daerah
pemasaran, semen (ceruk) pasar, volume permintaan pasar saat permintaan puncak,
jalur distribusi, cara pengiriman dan pengepakan, cara pembayaran, dan
lain–lain.
Jenis produk yang diminta pasar juga perlu diketahui karena
berhu-bungan dengan produk yang akan dihasilkan, misalnya nata mentah atau nata
siap santap. Selain itu, perlu pula diketahui kekuatan dan kelemahan pesaing
agar nata de coco yang dihasilkan nantinya tidak kalah bersaing di pasaran baik
dalam hal mutu maupun harga.
Dengan pengetahuan pemasaran tersebut, dapat direncanakan strategi
pemasaran dan sistem penjualan. Kemudian, bisa dipilih cara yang paling
efisien. Strategi produksi masing – masing produk dapat diprioritaskan
ber-dasarkan permintaan pasar yang dituju.
B. Pemilihan
Lokasi
Unit usaha nata de coco memerlukan lahan yang cukup luas. Lahan digunakan
untuk tempat berdirinya bangunan, instalasi air dan sarana penanganan limbah
serta sarana pendukung lainnya. Lokasi lahan hendaknya strategis dan layak
sebagai tempat pengolahan makanan.
Hal–hal yang perlu mendapat
perhatian dalam pemulihan lokasi seba-gai berikut :
·
Lokasi terletak di daerah yang bebas bau busuk, debu,
asap dan polutan lainnya; jauh dari kandang hewan, tempat pembuangan sampah
rumah dan sebagainya.
·
Lokasi tidak banjir atau terendam air pada musim hujan
tangga dan lahan agak miring.
·
Lokasi jauh dari kawasan pemukiman karena unit usaha ini
menghasilkan limbah berbau busuk.
·
Lokasi sebaiknya dekat pasar, tersedia prasarana listrik,
air bersih dan transportasi. Misalnya dekat jalan raya, jalur kereta api, atau
pelabuhan ( bila dipasarkan ke luar pulau atau ekspor ).
- Lokasi dekat dengan sumber daya manusia, sumber bahan baku maupun
bahan pembantu.
C. Bangunan
1. Kebutuhan
ruang dan Tata Letak
Unit usaha nata membutuhkan ruangan yang cukup luas. Ruangan itu
digu-nakan untuk kantor, tempat bahan baku dan bahan pembantu, tempat
pengolahan produk, dan alat - alat penyimpanan air bersih, serta ruang ganti
dan toilet.
Ada dua hal yang harus diperhatikan dalam penataan ruangan tersebut. Pertama, aliran bahan di ruang
pengolahan harus lancar. Kedua,
pencema-ran silang antar produk pada waktu proses pengolahan harus dicegah
seren-dah mungkin.
Karenanya, ruangan dan peralatan hendaknya diatur dan ditata sesuai asas
manfaat dan alur produksi. Misalnya, tempat pembuatan nata mentah mulai dari
ruang penerimaan bahan baku kemudian berlanjut di ruang panen
(lihat
gambar). Di dekat ruang penyimpan media terdapat ruang bahan pembantu dan
peralatan, dan di dekat ruang pendinginan dan inokulasi media terdapat ruang
bibit.
Demikian pula dalam perencanaan tata ruang unit usaha nata de coco
siap–santap. Di unit usaha ini minimal tersedia lima unit ruang (lihat
gam- bar) yang saling terkait, mulai
dari ruang nata mentah hingga ruang penyimpan dan distribusi produk akhir. Di
dekat dapur perlu tersedia tempat penyimpan bahan pembantu, dan gudang bahan
pengemas di dekat ruang pengemasan.
Ruang yang menuntut persyaratan khusus dan peka terhadap pen-cemaran harus
terpisah dari ruangan lain. Ruang fermentasi misalnya harus terpisah dari ruang
penyiapan media (dapur) agar suhu di ruang fermentasi tersebut lebih stabil (28°- 30°C). Demikian pula ruang pengemasan harus terpisah dari
dapur karena ruangan ini menghasilkan berbagai kotoran, seperti sisa–sisa
pembakaran bahan bakar, yang bisa mencemari produk siap dike-mas.
D. Fasilitas Penanganan Limbah
Unit usaha nata perlu dilengkapi dengan sarana penanganan limbah. Untuk
limbah padat perlu dibangun bak yang kuat dan kedap air dan mempu-nyai tutup.
Khusus untuk penanganan limbah cair, perlu dibangun kolam pe-nampung yang cukup
jauh dari ruang pengolahan. Limbah cair tersebut dialir-kan melalui saluran
yang tertutup.
3. PERALATAN PRODUKSI
Suatu unit pengolahan nata
de coco membutuhkan sejumlah peralatan.
Peralatan itu dapat dikelompokkan atas 4 golongan besar, yakni
pembangkit tenaga, pengolah, pengemas dan peralatan pendukung. Antar kelompok peralatan sifatnya saling mendukung sehingga proses produksi
menjadi lancar. Jelasnya, berikut disajikan
jenis, fungsi dan spesifikasi umum aneka peralatan tersebut. Sedangkan perkiraan harga dan umur ekonominya
dipaparkan pada bagian 9.
A. Produksi
Nata de Coco Mentah
Suatu unit usaha nata de coco mentah skala kecil minimal memiliki peralatan
berikut.
1. Jerigen
plastik
Jerigen digunakan untuk menampung dan mengangkut air kelapa dari
warung–warung , pasar tradisional dan sumber lainnya. Selain ringan dan kuat,
jerigen ini juga mudah dibersihkan dan praktis penggunaannya. Untuk mencegah
pencemaran kotoran, wadah ini harus mempunyai tutup. Daya tampungnya sekitar 30
liter.
2. Drum plastik
Alat ini termasuk serbaguna. Di samping sebagai wadah stok bahan baku dan
wadah nata hasil panen dan wadah nata hasil panen, juga kerap digunakan untuk
mengangkut nata bila dipasarkan dalam bentuk mentah. Seperti jerigen tadi, drum
ini juga ringan, kuat dan mudah dibersihkan. Daya tampung drum sekitar 80
liter. Wadah ini juga harus mempunyai tutup.
3. Ember plastik, kain flanel dan nampan
bambu
Pasangan alat sederhana ini digunakan untuk menyaring kotoran air kelapa.
Ember berfungsi sebagai penampung air kelapa, sedang kain sebagai penyaring dan
nampan untuk menyangga kain saring.
Alat penyaring bisa juga menggunakan saringan plastik.
4. Botol, kertas/kain dan karet gelang
Ketiga alat yang sangat sederhana ini digunakan dalam pembuatan baing
nata. Botol berfungsi sebagai wadah,
kain/kertas sebagai penutup dan karet gelang sebagai pengikat tutup.
Wadah baing nata biasanya menggunakan botol sirup atau botol bir. Kapasitas botol berkisar antara 600 - 1000 ml.
5. Timbangan dan gelas ukur
Bahan pembuat nata harus ditimbang dan ditakar dengan akurat. Untuk
menimbang gula pasir dan urea dibutuhkan timbangan dapur berketelitian 5 g,
kapasitas 2 – 5 kg. Untuk menakar air kelapa, asam cuka, biang nata cair dan
larutan media diperlukan gelas ukur plastik kapasitas 250 ml dan 1 liter.
6. Tong / panci, tungku dan kompor
Tong atau panci digunakan untuk merebus larutan media biang nata dan media
fermentasi serta air untuk keperluan sanitasi ruang dan peralatan. Tong
sebaiknya terbuat dari logam anti karat dengan kapasitas 75 liter, sedangkan
bila menggunakan panci, sebaiknya dipilih panci email atau aluminium. Supaya
posisinya stabil, wadah ini ditempatkan di atas tungku semen atau potongan
drum. Alat pemanas menggunakan kompor gas atau kompor mawar.
7. Baki
plastik, kertas koran dan tali karet
Kelompok alat ini digunakan
dalam pendinginan dan fermentasi media atau substrat yang telah diberi biang
nata. Baki berfungsi sebagai wadah,
koran sebagai penutup dan tali karet sebagai pengikat koran.
Baki ini umumnya berukuran
40 cm x 30 cm x 13 cm. Selain mudah
dibersihkan dan dikeringkan, baki juga harus terbuat dari jenis plastik yang
tahan panas.
8. Rak
kayu / bilah bambu
Rak ini digunakan untuk
menyimpan baki (baki fermentasi). Bila
alat ini tidak tersedia, baki bisa ditumpuk di lantai hingga beberapa
susun. Supaya udara bisa masuk dengan
leluasa ke dalam baki, antar baki yang satu dengan baki lainnya disangga dengan
dua bilah bambu yang sama ukurannya dan lurus.
9. Rak
bambu
Rak digunakan untuk tempat
meniriskan dan menjemur baki fermentasi serta kertas koran ( sterilisasi )
sebelum digunakan. Lantai jemur hendaknya disemen supaya alat cepat kering dan
pencemaran kotoran dapat dikurangi.
B. Nata de Coco Siap-santap
Suatu unit pengolahan nata de coco siap santap membutuhkan sejumlah
peralatan. Jenis, spesifikasi umum dan fungsi peralatan-peralatan itu sebagai
berikut.
1. Drum
plastik
Drum ini digunakan
untuk menyimpan stok bahan baku dan wadah perendaman potongan – potongan
nata. Untuk wadah lembaran nata, kapasitasnya sekitar 80
liter, dan berkapasitas 40 liter untuk perendaman potongan nata potongan.
2. Talenan plastik dan pisau dapur
Pasangan alat ini digunakan
untuk membersihkan lapisan lendir nata, talenan sebagai landasan nata dan pisau
untuk mengikis selaput lendirnya. Pisau sebaiknya terbuat dari logam anti
karat.
3. Pemotong nata dan
ember
Alat ini bersifat
semi-manual. Komponen utama alat ini
terdiri dari landasan nata, meja pemotongan, pisau pemotong dan motor listrik
penggerak pisau pemotong (lihat gambar).
Sedang mekanisme kerjanya sebagai berikut. Nata dihamparkan di atas
landasan (1), lalu didorong ke arah pisau pemotong secara memanjang dan diulang
kembali secara menyilang (2), di atas meja pemotongan (3). Nata potongan selanjutnya ditampung di ember
(4).
4. Tong,
Panci, tungku, kompor dan pengaduk
Panci digunakan untuk
merebus nata dan memasak sirup gula,
sekaligus tempat merendam nata matang dalam larutan gula tersebut. Alat pemanas
menggunakan kompor kompresor dan tungku sebagai penyangga wadah tadi.
Tong hendaknya terbuat dari
logam anti karat dengan kapasitas sekitar 125 liter. Supaya air perendam mudah
dikuras, pada dinding bagian bawah tong perlu dipasang keran. Sedangkan panci
dipilih panci email atau panci burik berkapasitas 40 liter, dan pengaduk
terbuat dari kayu.
5. Baki
plastik, penakar, gayung plastik, plastic sealer dan ember plastik
Kelompok alat ini digunakan
untuk mengemas produk nata. Baki
berfungsi sebagai tatakan gelas, penakar untuk penuang nata potongan, gayung
untuk menuangkan sirup gula, plastic sealer untuk merekat tutup kemasan dan
ember untuk menampung nata kemasan.
Plastic sealer ini bersifat semi-manual. Mekanisme kerja alat sebagai berikut. Gelas plastik berisi nata dan sirup
gula dimasukkan ke dalam selongsong gelas (1), lalu dilewatkan melalui lorong
selongsong (2). Mulut gelas plastik
kemudian ditutup dengan lembaran plastik (3) lalu direkat dengan mulut
pengepres plastik (4) dan nata kemasan
ditampung dalam ember plastik (5).
6. Tong
aluminium dan keranjang kawat
Pasangan alat ini digunakan
untuk sterilisasi produk nata. Tong diguna-kan untuk wadah air panas, sedang
keranjang sebagai tempat kemasan nata supaya mudah dikeluarkan dari tong.
7. Timbangan
Di unit usaha nata ini
dibutuhkan beberapa jenis timbangan. Untuk menimbang lembaran dan potongan nata
dibutuhkan timbangan berkapasitas 100 kg. Untuk menimbang BTM ( bahan tambahan
makanan ) bersatuan miligram ( pewarna, pengawet ) harus disediakan timbangan
analitik dan timbangan duduk untuk menimbang gula berkapasitas 25 kg.
8. Kereta dorong
Seperti di unit usaha nata
de coco mentah, juga perlu tersedia kereta dorong untuk mengangkut /
memindahkan bahan baku, gula pasir dan dus produk jadi.
9. Palet kayu
Alat ini digunakan sebagai
landasan tumpukan dus nata di ruang penyimpanan produk jadi. Tingginya sekitar
15 cm.
10. Kereta dorong
Alat ini digunakan untuk
mengangkut bahan pembuat nata dan produk nata mentah seperti karung gula pasir,
air kelapa, dan sebagainya.
4. BAHAN
PEMBUAT NATA
Teknologi tidak mampu
memperbaiki mutu, tetapi hanya mampu memperta-hankan mutu. Mutu produk akhir
lebih ditentukan oleh bahan baku pembuatannya. Bila bahan-bahan yang digunakan bermutu
rendah maka mutu produk akhir pun rendah. Karenanya, menjual bahan baku dan
pembantu sangat penting. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan nata de
coco mentah dan produk siap-santap sebagai berikut.
A. Nata de Coco Mentah
1. Bahan baku
Bahan baku utama
nata de coco adalah air kelapa. Air kelapa sebaiknya berasal dari buah kelapa
matang hijau. Karena harganya lebih mahal, air kelapa yang digunakan umumnya
berasal dari buah kelapa tua.
Air kelapa harus
murni, atau tidak bercampur air maupun kotoran. Penggunaan-nya tidak selalu
dalam keadaan segar. Bahkan air kelapa yang disimpan selama dua hari
rendamannya lebih tinggi (75,01 persen) dibandingkan dengan air kelapa segar. Demikian pula penyimpan selama 3–5 hari
hasilnya tidak berbeda nyata dengan air kelapa segar (lihat tabel).
Kekenyalan
( mm / 10
detik
)
Tabel 1.
Karakteristik Nata de Coco pada Berbagai Umur Air Kelapa
Kekenyalan
( mm / 10
detik
)
|
|
|
|
|
|||||||||||
1
|
61,10
|
103,5
|
32,48
|
|||||||||||
2
|
75,61
|
103,5
|
33,79
|
|||||||||||
3
|
62,68
|
101,9
|
32,79
|
|||||||||||
4
|
67,94
|
103,5
|
33,12
|
|||||||||||
5
|
73,16
|
106,0
|
33,22
|
Sumber : Mashudi, 1993
2. Bahan pembantu
Kandungan nutrisi air kelapa tadi masih perlu
diperkaya agar bakteri nata lebih cepat
tumbuh dan produktif menghasilkan nata. Demikian pula pH (derajat keasaman)-nya harus diatur sesuai dengan persyaratan tumbuh
optimal bakteri tersebut. Jelasnya, berikut dipaparkan bahan pembantu yang
lazim digunakan dalam pembuatan nata de coco.
a. Gula pasir
Gula berfungsi sebagai
sumber karbon (sumber energi). Sumber karbon bisa menggunakan glukosa, sukrosa
maupun maltosa. Namun, produsen nata biasanya menggunakan sukrosa (gula pasir)
karena mudah diperoleh dan harganya relatif murah.
Gula pasir hendaknya
berwarna putih agar warna nata putih bersih. Dosis pemakaian 30 gr per liter
air kelapa. Gula sebaiknya disimpan di tempat kering dan bersih, serta ditumpuk
di atas palet kayu supaya tidak lembab.
b. Amonium
sulfat
Amonium sulfat juga disebut urea atau 2A. Fungsinya sebagai sumber nitrogen
(merangsang pertumbuhan dan aktivitas bakteri A. xylinum). Selain
senyawa ini, bisa juga menggunakan ekstrak khamir, pepton, kalium nitrat dan
amonium fosfat. Karena harganya lebih murah dan mudah diperoleh, produsen nata
biasanya menggunakan amonium sulfat.
Kandungan nitrogen urea
antara 20,5–21 persen, sedang wujudnya berupa kristal atau umumnya berwarna
putih. Dosis penggunaan urea (2A) sebanyak 3 gram per liter air kelapa.
c. Asam asetat glasial
Asam asetat glasial biasa
juga disebut cuka biang. Gunanya adalah untuk mengatur derajat keasaman (pH)
media fermentasi dan media biang nata sesuai persyaratan tumbuh bakteri untuk dosis
penggunaan asam asetat sebanyak ml.
3. Biang atau starter nata
Biang atau starter adalah
bibit nata yang telah dikondisikan sedemikian rupa sehingga siap digunakan
dalam pembuatan nata. Starter umumnya
disiapkan dalam botol sirup berwarna jernih.
Dengan demikian, mutu starter dapat dilihat dengan mudah. Starter siap pakai biasanya telah diinkubasi
selama 4 - 7 hari, tergantung pada kondisi bibit.
Biakan bakteri nata (bibit)
harus murni, artinya tidak bercampur dengan jasad renik lainnya. Karena bibit nata murni sulit diperoleh dari
alam, calon produsen nata de coco dapat membeli bibit tersebut di laboratorium
mikrobiologi yang mengoleksi biakan tersebut seperti :
Balai Besar Industri Hasil Pertanian (BBIHP), Deperindag
Jl. Ir. Juanda No. 11
Telp. (0251) 324068, 323339
Fax. (0251) 323339
Bogor 161222
B. Nata de Coco Siap-santap
Bahan tambahan
makanan (BTM) yang lazim digunakan dan bahan pengemas produk nata siap santap
sebagai berikut.
1. Bahan baku
Bahan baku utama produk ini
adalah nata mentah berupa lembaran atau berupa potongan. Bahan baku yang
digunakan harus bermutu baik. Ciri-cirinya sebagai berikut :
(a) teksturnya
kenyal (tidak tembus bila ditekan dengan jari); (b) Warnanya putih bersih; (c) permukaannya rata dan tampak licin
agak mengkilap, dan (d) aromanya asam.
b. Gula pasir
Gula pasir berfungsi sebagai bahan pemanis, pengawet,
penambah citarasa dan pelunak tekstur nata de coco. Selain itu, gula juga berfungsi sebagai
pembawa dan pendistribusi komponen flavor agar merata dalam minuman.
Penggunaan gula harus seimbang dengan bahan-bahan
lainnya. Artinya, rasa manis gula jangan
sampai tertutup oleh komponen bahan lain tersebut. Dosis penggunaan gula berkisar antara 200 -
300 gram untuk setiap liter air.
Ada dua kategori bahan pemanis, yakni pemanis alami dan
pemanis buatan. Bahan pemanis produk
nata de coco biasanya menggunakan gula pasir.
Agar sirup tampak bening dalam kemasan, gula pasir yang digunakan
sebaiknya yang berwarna putih bersih dan bebas dari cemaran kotoran.
c. Essen atau flavor
Penggunaan essen bertujuan untuk
memperoleh citarasa dan aroma tertentu.
Flavor tersebut harus mempunyai sifat-sifat berikut : kelarutan cukup
tinggi, mudah bercampur dengan komponen lain, tidak ada rasa ikutan, tahan
terhadap asam, kemurnian cukup tinggi tahan terhadap panas dan stabil terhadap
cahaya.
Ada dua golongan flavor yakni flavor
alami dan flavor sintetik. Flavor alami
diperoleh dari bagian atau keseluruhan tanaman atau jaringan hewan, sedangkan
flavor sintetik dibuat dari bahan organik atau bahan kimia yang identik dengan
flavor alami.
Flavor yang digunakan pada produk nata
de coco biasanya berupa flavor buah-buahan seperti cita rasa durian, lechee,
apel, strawbery dan sebagainya, atau cita rasa pandan. Dosis penggunaan essen sekitar 8 ml untuk setiap liter larutan sirup
gula. Harga per
liter sekitar Rp. 132.000,00.
d. Asam sitrat
Asam sitrat juga kerap ditambahkan pada produk nata de
coco. Fungsinya untuk memperkuat dan
mempertahankan flavor serta menghambat pertumbuhan kapang.
Asam sitrat mempunyai rasa asam yang tajam, flavor asam dan
pH rendah. Dosis penggunaan ml untuk
setiap liter air. Harga per kg sekitar
Rp. 10.000,00.
e. Natrium benzoat
Penggunaan
natrium benzoat bertujuan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat lebih efektif dalam bentuk asam yakni
pada pH 2,5 - 4,0.
Sebelum
digunakan, senyawa ini lebih dulu dilarutkan dalam air panas. Larutan ini kemudian dicampurkan ke dalam
sirup gula sebelum penambahan asam.
Dosis pemakaian untuk setiap liter sirup gula.
Bahan
pengawet ini dibeli di toko-toko kimie. Harga per kg sekitar Rp. 10.000,00.
f. Zat pewarna
Sirup
gula produk nata de coco juga kerap diberi zat pewarna. Tujuannya untuk meningkatkan daya tarik, produk. Pemilikan warna biasanya disesuaikan dengan
flavor produk. Produk berflavor pandan
misalnya diberi warna hijau. Dosis
penggunaan pewarna 300 mg untuk setiap liter sirup gula.
Zat pewarna ini dapat dibeli di toko-toko kimia. Harga per ons sekitar Rp. 60.000,00. Pewarna
yang digunakan harus food grade (pewarna makanan). Sedangkan pewarna tekstil tidak boleh
digunakan karena beracun bagi tubuh manusia.
2. Air
Air digunakan untuk
membersihkan bahan mentah, merendam dan merebus nata potongan, melarutkan BTM,
sterilisasi produk dan sanitasi. Air tersebut harus memenuhi persyaratan untuk
industri makanan, seperti tidak berwarna (jernih), tidak berbau, tidak berasa,
tidak mengandung logam berat dan bebas dari jasad renik patogen (penyebab
penyakit). Penggunaan air sumur atau air sunga harus diberi
blow (anti bakteri). Lalu diendapkan dan disaring berulang kali (lihat bagian
sanitasi dan higiene).
3. Bahan
pengemas
Nata
siap santap lazim dikemas dengan kaleng atau gelas. Namun, kemasan primer produk industri skala kecil umumnya menggunakan gelas
(cup) plastik. Selain harganya lebih
murah dan kuat, juga cukup mudah penggunaannya.
Kelemahannya, kemasan ini tidak kuat disterilisasi pada suhu tinggi.
Gelas plastik tersebut sebaiknya menggunakan plastik jenis
PSC (polysterene) dan tutupnya plastik PEC (polyethylene), serta sendok dari
plastik LDPE (low density polyethylene).
Kemasan ini dapat dibeli di toko-toko plastik, termasuk sendok dan
sedotan.
Sedangkan kemasan sekunder biasanya menggunakan karton
gelombang atau kardut. Kapasitas karton biasanya
24 cup dan 48 cup, tergantung pada kebutuhan.
Kemasan ini juga tersedia di pasaran dan telah siap rakit.
Produk harus diberi label atau etiket. Keterangan pada label harus jelas, ukuran
angka huruf cukup besar (tidak boleh lebih kecil dari 0.75 mm), warna cukup
kontras dan latar belakang jelas. Selain
itu, label tidak mudah lepas, lentur atau lekag karena air, gosokan atau
pengaruh sinar matahari.
Khusus pada produk makanan, pada label minimal dicantumkan
keterangan-keterangan berikut ini.
-
Nama
makanan dan/atau merek dagang produk, misalnya : Nata de Coco Plus.
-
Komposisi
bahan dan kandungan gizi,
-
Isi
netto (berat bersih) per kemasan.
-
Nama dan alamat yang
memproduksi dan atau pengedar produk.
-
Nomor pendaftaran dari Depkes.
-
Kode produksi
-
Tanggal kadaluwarsa (batas
waktu produk layak dikonsumsi) oleh konsumen.
5.
PENYIAPAN BIANG NATA
Biang atau starter nata yang siap
pakai berupa biakan A. xylinum dalam media air kelapa atau biang cair. Penggunaan biang cair ini hendaknya hanya lima sampai 6 kali turunan. Setelah itu, starter diganti dengan turunan
pertama dari media agar. Karena
penyiapan biang dari media agar ini cukup rumit, calon produsen nata dapat membeli
starter cair tersebut dari produsen nata atau laboratorium mikrobiologi (lihat
bagian 4) lalu diperbanyak sebagai berikut.
A. Pembuatan Media
Proses pembuatan media baing nata dimulai dengan
penyaringan air kelapa. Alat penyaring
menggunakan kain flavel, yang bagian bawahnya disangga dengan nampan
bambu. Setelah bersih, air kelapa
dituangkan ke dalam panci burik (lihat gambar 1).
Air kelapa selanjutnya direbus hingga mendidih selama 1,5
menit untuk membunuh jasad renik pencemar.
Saat perebusan berlangsung, ke dalam larutan air kelapa ditambahkan 100
gram gula pasir, 10 gram urea dan 20 ml asam asetat untuk setiap 1 liter air
kelapa lalu diaduk-aduk hingga larut.
Larutan panas ini telah siap digunakan sebagai media biang nata.
Pada saat masih panas, larutan media tadi dituangkan ke dalam
botol yang bersih dan steril. Penuangan
dilakukan dengan bantuan corong dan gayung, yakni sebanyak 600 ml per
botol. Untuk mencegah pencemaran jasad
renik, botol segera ditutup dengan kertas koran yang steril lalu diikat dengan
karet gelang. Media selanjutnya
didinginkan hingga suhunya menjadi 28 - 30° C.
Lama pendinginan sekitar 12 jam.
B. Penambahan Bibit
Setelah
dingin, media kemudian diberi bibit cair berumur 7 hari. Penuangan bibit dilakukan dengan bantuan
corong dan tabung ukur plastik, yakni sebanyak 10 - 15 ml per botol, tergantung
pada mutu bibit. Setelah diberi bibit,
botol kembali ditutup seperti semula.
C. Fermentasi
Botol-botol
biang selanjutnya disimpan di atas rak untuk difermentasi. Ruang fermentasi harus bersih, kering dan
gelap. Lama fermentasi 4-7 hari. Artinya, biang nata ini telah dapat digunakan setelah difermentasi selama 4
hari.
Selama fermentasi, starter tidak boleh
digoyang agar perkembangbiakan bakteri A. xylinum tidak terganggu. Namun, bila
lapisan nata telah terlalu tebal dan starter belum sempat digunakan, starter
tersebut harus digoyang-goyang agar lapisan nata yang menutupi media
tenggelam. Dengan demikian, oksigen bisa
masuk ke dalam media, yang sangat dibutuhkan bakteri A. xylinum dalam
perkembangbiakannya.
B. Produksi Nata
1. Pembuatan
media fermentasi
Air kelapa
mula-mula disaring dengan kain flanel. Tujuannya untuk memisahkan kotoran air
kelapa seperti pecahan tempurung, kerikil dan sebagainya. Setelah bersih, air
kelapa dituangkan ke dalam panci perebusan.
Air kelapa kemudian
dicampur dengan gula pasir dan urea. Dosis penggunaan gula pasir dan urea
masing-masing sebanyak 30 gram dan 4 gram per liter air kelapa. Bahan-bahan ini
kemudian diaduk hingga larut, lalu direbus hingga mendidih. Pendidihan
berlangsung selama 10-15 menit. Dan, busa kotoran yang muncul selama pendidihan
dibersihkan dengan saringan plastik. Terakhir, ke dalam larutan media
ditambahkan 10 ml asam asetat glasial per liter air kelapa lalu diaduk-aduk
hingga merata dan larutan media diangkut dari tungku.
2. Inokulasi
biang nata
Inokulasi
(pemberian) biang nata dilakukan setelah suhu media fer-mentasi berkisar antara
28°-30° C. Biang nata akan mati bila
ditambahkan pada saat suhu media masih tinggi. Sedang
pemberian biang nata dilakukan sebagai berikut :
·
Kertas koran penutup pada salah sudut baki mula-mula dibuka dengan
cukup lebar.
·
Setelah terbuka, tutup botol biang dibuka lalu biang nata dituangkan
ke dalam media sebanyak 100 ml per liter media.
·
Setelah itu, baki ditutup kembali seperti semula dan diikat dengan
tali karet.
3. Fermentasi media
Baki-baki berisi media yang
telah diberi biang nata selanjutnya diangkut ke ruang fermentasi lalu disimpan
di atas rak. Bila rak tidak tersedia, baki bisa ditumpuk di lantai hingga 5
susun. Agar sirkulasi udara dalam baki lancar dan suhunya lebih stabil, antar
baki harus disekat dengan dua bilah bambu berukuran sama dan lurus.
Fermentasi dilakukan selama
8 hari. Suhu di ruang fermentasi berkisar antara 28°-30° C. Karena bakteri nata tidak memerlukan
penyinaran langsung dalam pertumbuhannya, suasana ruangan sebaiknya
remang-remang.
Posisi baki juga harus
datar. Bila miring, nata akan tidak sama kete-balannya. Pasalnya, bentuk nata
mengikuti media. Selain itu, baki juga tidak boleh diganggu agar pertumbuhan
nata tidak terganggu. Bahkan nata yang terbentuk akan berlapis-lapis bila media
digoyang-goyang.
Media sangat rentan terhadap
pencemaran mikroba pengganggu. Karena itu, selama proses fermentasi berlangsung
tutup baki tidak boleh dibuka. Bila ingin mengetahui pertumbuhan nata setiap
saat sebaik dibuat baki kontrol berwarna kuning (misalnya stoples), yang
dibungkus dengan kertas berwarna gelap.
4. Pemanenan Nata
Setelah di fermentasi selama
8 hari, ketebalan nata yang terbentuk biasanya sekitar 1,5 cm. Pada ketebalan
ini nata telah dapat dipanen. Selain mudah dipotong-potong, ukuran nata potong
juga sesuai dengan estetika produk sekali.
Pemanenan nata meliputi
beberapa tahapan sebagai berikut.
·
Baki
fermentasi mula-mula dimuat di atas kereta dorong lalu diangkut ke ruang panen.
Di ruang ini kertas penutup dibuka lalu dilipat untuk digunakan pada produksi
berikutnya.
·
Isi
baki kemudian diamati dengan seksama. Baki yang kosong (tidak terbentuk nata),
nata tipis, nata jamuran dan selanjutnya langsung dipisahkan dari dibuang ke
wadah sampah. Sementara yang memenuhi syarat diambil dengan bantuan garpu atau
sendok bersih. Agar sisa cairan media tidak tercemar oleh mikroba pengganggu,
cairan tersebut hendak-nya tidak disentuh, yang selanjutnya bisa digunakan lagi
untuk biang nata berikutnya.
·
Terakhir,
hasil panen disortir lalu disimpan dalam drum plastik berisi air bersih. Untuk mengawetkannya bisa menggunakan
larutan asam cuka. Dosis penggunaan sebanyak 1 liter per 50 liter air. Wadah
kemudian ditutup dengan rapat dan nata siap dipasarkan atau diolah sendiri
menjadi produk siap-santap.
6. PEMBUATAN NATA MENTAH
Prinsip
pembuatan nata de coco mentah sangat sederhana. Setelah media fermentasi dingin,
giliran bakteri nata ditumbuhkan di media itu dan diperam di ruangan yang
remang – remang. Nata kemudian dipanen setelah diperam beberapa hari. Untuk
lebih jelas berikut ini disampaikan detail pembuatan nata de coco mentah
tersebut.
A. Penyiapan Media Fermentasi
Media ini berfungsi sebagai tempat pembiakan bakteri nata. Bahan dan prosedur pembuatannya sama
seperti media bibit nata sebelumnya.
- Air kelapa mula – mula disaring dengan kain flanel yang bersih.
Tujuannya untuk memisahkan kotoran air kelapa, seperti pecahan tempurung,
serat – serat sabut dan kotoran lainnya. Kain saring perlu disangga dengan
nampan bambu atau nampan plastik.
- Air kelapa bersih selanjutnya dituangkan ke dalam panci lalu direbus
hingga mendidih. Pada waktu perebusan ke dalam air kelapa ditambahkan 10
mg gula pasir, 1 mg ammonium sulfat dan 3 ml asam asetat. Bahan – bahan ini diaduk hingga
merata.
- Media
fermentasi selanjutnya dituangkan ke dalam baki – baki fermentasi yang
steril sewaktu masih panas. Per baki berisi sekitar 1 liter. Untuk
mencegah pencemaran, mulut baki ditutup dengan kertas koran yang steril
dan diikat dengan karet.
- Media fermentasi kemudian didinginkan hingga suhunya berkisar antara
28 – 30 °C. Lama pendingin selama 2 – 3 jam.
B. Fermentasi
- Setelah
dingin, media fermentasi ditambahkan biang ke dalam nata cair sebanyak 10
– 15 ml per liter media, yakni melalui celah penutup.
- Media
yang telah dinokulasi ( diberi biang ) selanjutnya diperam selama 10
- 12 hari pada suhu 28 – 30 °C.
Pemeraman dilakukan di atas rak. Boleh juga ditumpuk asalkan antar kaki disangga
dengan dua bila bambu atau penyangga lainnya. Tujuannya agar udara leluasa masuk ke
dalam baki.
- Posisi kaki tidak boleh miring agar ketebalan nata seragam. Nata juga
tidak boleh bergoyang – goyang. Bila media bergoyang sewaktu pemeraman,
nata akan berlapis – lapis dan saling terpisah. Dan, tutupnya tidak boleh
dibuka untuk mencegah pencemaran jasad renik.
C. Panen
- Nata de coco telah dapat dipanen setelah media diperam selam 10 – 12
hari. Ketebalan nata berkisar antara 1 – 1,4 cm. Sedang cara memanen nata
adalah sebagai berikut :
- Tumpuk baki – baki fermentasi, lalu angkut ke ruang pemanen.
- Buka tali pengikat keran, lalu amati isinya. Baki yang berisi nata
bermutu jelek atau gagal, langsung dibuang isinya ke dalam wadah pemangkas
dan baki dipisahkan.
- Ambil lembaran nata bermutu baik dengan cara memasukkan garpu yang
steril. Usahakan sisa cairan tidak tersentuh tangan untuk mencegah jasad
renik. Cairan ini
bisa digunakan kembali pada pembuatan nata berikutnya.
D. Pengawetan
Lembaran nata hasil panen
selanjutnya dicuci dengan air bersih lalu direndam di dalam drum plastik dan
ditutup. Bila dipasarkan
berupa nata mentah, produk perlu diawetkan dengan menambahkan asam asetat
sebanyak